Pedofilia Sebagai Masalah Sosial, Mengapa Kita Harus Peduli?

Minggu, 8 Desember 2024 16:30 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Poster Orang Tua dengan Gangguan Pedophilia dalam Dokumentasi \x201cTell Me Who I Am\x201d (2019)
Iklan

Pedofilia merupakan gangguan mental yang dialami orang dewasa ataupun remaja yang memiliki ketertarikan seksual terhadap anak di bawah umur. Pedofilia termasuk sebagai masalah sosial yang mengarah pada kekerasan seksual terhadap anak.

Oleh: Shanazh Dwiayu Nirwasita

Viralnya hubungan asmara antara aktor berkebangsaan Indonesia Aliando Syarief dan aktris Richelle Skornicki karena memiliki jarak usia 13 tahun memunculkan kembali istilah pedofilia. Istilah ini  bukan merupakan hal asing bagi masyarakat Indonesia. Kasus Emon serta berbagai kasus guru mencabuli siswanya sepertinya sudah cukup membuat masyarakat takut dan sadar akan bahayanya pedofilia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, masyarakat sepertinya masih belum familiar terhadap kasus pedofilia dalam hubungan asmara. Dalam kasus ini, Aliando yang sudah berusia 28 tahun menjalin kisah cinta dengan Richelle Skornicki yang masih 15 tahun sehingga tergolong sebagai anak di bawah umur. Hal ini membuat kisah cinta mereka bersangkut paut dengan kasus pedofilia.

Menurut perspektif psikopatologi, pedofilia adalah kecenderungan seksual yang ditandai oleh dorongan atau fantasi pada anak di bawah umur yang didukung atau tidak didukung perilaku seksual (Diana Putri Arini, 2021). Cara kerja seorang pedofil biasanya adalah dengan membangun kepercayaan ataupun pertemanan dengan korban (Febrianti, 2017).

Faktor Penyebab Terjadinya Kasus Pedofilia

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terlibat dalam kasus pedofilia dijabarkan sebagai berikut (Nur Hidayati, 2014):

1. Kesulitan ekonomi

Beberapa anak yang mengalami kesulitan ekonomi dan mencari nafkah di jalanan merelakan tubuh mereka dijadikan alat pemuas nafsu oleh orang dewasa untuk mendapat penghasilan sehari-hari.

2. Pembalasan dendam

Para pelaku yang memiliki perilaku pedofilia biasanya didasari oleh tindakan pedofilia yang dialami pada masa kecil, sehingga membuat mereka berhasrat untuk melakukan hal yang sama kepada anak kecil lainnya ketika mereka beranjak dewasa.

3. Keingintahuan yang tinggi

Faktor ini juga didasari oleh pelaku yang pernah menjadi korban pedofilia sehingga mereka memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk menjadi pelaku pedofilia.

Tiga Jenis Pedofilia

Hidayat, pedofilia memiliki tiga tipe (Kompas.com, 2014).

1. Immature Pedophiles

Tipe pedofilia ini cenderung melakukan pendekatan kepada anak-anak dengan cara mengajak anak bermain atau memberikan permen.

2. Regressed Pedophiles

Para pengidap pedofilia tipe ini biasanya mempunyai istri untuk menyembunyikan kelainan seksualnya. Regressed pedophiles tidak melakukan pendekatan awal ke anak-anak.

3. Aggressive Pedophiles

Pedofil tipe ini memiliki niat untuk menyerang hingga membunuh korbannya.

Dampak Pedofilia Bagi Korbannya

Finkelhor dan Browne (Kurniawati, 2013) menjabarkan empat macam trauma yang disebabkan kekerasan seksual (Ratih Prabowosiwi & Daud Bahransyaf, 2015), yakni:

1. Pengkhianatan (Betrayal)

Kasus pedofilia biasanya didasari oleh kepercayaan anak kepada pelaku. Setelah pelaku melakukan kekerasan seksual, anak mengalami pengkhianatan yang mengakibatkan rendahnya kepercayaan anak kepada orang tua.

2. Trauma secara Seksual (Traumatic Sexualization)

Russel (dalam Tower, 2022) mengemukakan bahwa perempuan korban kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual.

3. Tak berdaya (Powerlessness)

Korban mengalami rasa takut dan sakit yang menimbulkan perasaan tidak berdaya. Korban merasa tidak mampu dalam melakukan suatu pekerjaan.

4. Stigma (Stigmatization)

Korban kekerasan seksual akan merasa buruk dan malu terhadap diri sendiri. Mereka akan merasa dirinya berbeda dari orang lain serta tidak mampu mengendalikan dirinya.

Solusi Pencegahan Pedofilia melalui Ilmu Hukum dan Psikologi

Ilmu Hukum

Hukuman kepada pedofil diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terdapat 4 sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak, yaitu: (a) hukuman mati, hukuman seumur hidup atau pidana minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun; (b) pengumuman kepada publik tentang identitas pelaku; (c) pemberian suntikan kebiri kimia paling lama 2 tahun setelah pelaku menjalankan pidana pokok; dan (d) pemberian cip terhadap pelaku untuk mengetahui keberadaan mantan narapidana sehingga mudah untuk melakukan kebiri kimia dan mengetahui keberadaan mantan narapidana tersebut. (Elga Andina, 2017)

Psikologi

Pemberian sanksi kepada pedofil harus didampingi juga dengan pemulihan dari penyimpangan perilaku seksual yang dimilikinya. Pengobatan yang diwajibkan kepada pada pelaku kekerasan seksual melalui intervensi psikologi, seperti konseling dan terapi. Hal itu dilakukan untuk mengendalikan perilaku menyimpangnya.

Dahulu, banyak orang percaya bahwa seseorang yang terdiagnosis sebagai pedofil akan selalu menjadi seorang pedofil. Namun, dalam kemajuan pada psikologi perkembangan, para ahli mulai mengembangkan intervensi psikologis yang dianggap mampu mengendalikan perilaku ini. Dalam buku Diagnostic and Statictical Manual of Mental Disorders, 5th Edition: DSM-5, dinyatan bahwa gangguan pedofilia dapat bervariasi, baik meningkat ataupun menurun bergantung pada usia (APA, 2013:699). Drescher & Zucker (dalam Seto, 2012) memaparkan bahwa jika pedofilia dipandang sebagai orientasi seksual, maka pendekatan yang berfokus pada pengembangan keterampilan pengaturan diri akan lebih efektif dibandingkan dengan usaha untuk mengubah preferensi seksual tersebut. (Elga Andina, 2017)

Anak merupakan generasi penerus bangsa. Perlindungan kepada anak harus melibatkan segala unsur dalam masyarakat. Begitu juga dalam memulihkan anak korban kekerasan seksual, mereka harus diberikan segala bentuk pertolongan serta dukungan agar bisa benar-benar pulih dari trauma yang dialami.

 

Referensi

Ade Irma Sakina & Dessy Hasanah Siti A. (2017). Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia. Social Work Jurnal, 7(1), 71-80.

American Psyciatric Association. (1995). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 4th edition. Virginia: American Psyciatric Publishing.

American Psyciatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th edition. Virginia: American Psyciatric Publishing.

Diana Putri Arini. (2021). Dinamika Psikologis Pelaku Pedofilia Berdasarkan Perspektif Psikologi Perkembangan. Jurnal Psikologi Forensik Indonesia, 1(1), 27-31.

Elga Andina. 2017. Pedofil Online dan Perlindungan Anak. Majalah Singkat Info Kesejahteraan Sosial, 9(6), 9-12.

Nella Octaviany Siregar & Islah. (2021). Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pedofilia Berdasarkan Hukum Di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial Humaniora Indonesia, 1(2), 31-42.

https://megapolitan.kompas.com/read/2024/10/10/10154691/mencari-korban-lain-kasus-pedofilia-homoseksual-di-panti-tangerang-yang

https://health.kompas.com/read/2014/05/08/1012244/Mengenal.Tiga.Jenis.Paedofilia

https://megapolitan.kompas.com/read/2010/01/22/11433517/mengenali-perilaku-si-pedofil?page=1

https://parenting.co.id/keluarga/mengenal-child-grooming-proses-pedofil-bekerja

Bagikan Artikel Ini
img-content
Shanazh Nirwasita

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler